BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Sejarah Persib

Sejarah Persib Bandung

Sebelum bernama Persib, di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetball Bond (BIVB) pada sekitar tahun 1923. BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Mr. Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakni R. Atot.

Atot ini pulalah yang tercatat sebagai Komisaris daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega didepan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan diluar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara Jakarta.

Pada tanggal 19 April 1930, BIVB bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB (Persebaya), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. BIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh Mr. Syamsuddin. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. BIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1933 meski kalah dari VIJ Jakarta.

BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub- klub yang bergabung kedalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.

Persib kembali masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1934, dan kembali kalah dari VIJ Jakarta. Dua tahun kemudian Persib kembali masuk final dan menderita kekalahan dari Persis Solo. Baru pada tahun 1937, Persib berhasil menjadi juara kompetisi setelah di final membalas kekalahan atas Persis.

Di Bandung pada masa itu juga sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori oleh orang- orang Belanda yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken ( VBBO). Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah- olah Persib merupakan perkumpulan “ kelas dua “. VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah pertandingan- pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib dilakukan di pinggiran Bandung—ketika itu—seperti Tegallega dan Ciroyom. Masyarakat pun ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi pertandingan memang didalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi, yaitu dua lapangan dipusat kota, UNI dan SIDOLIG.

Persib memenangkan “ perang dingin “ dan menjadi perkumpulan sepakbola satu- satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Klub-klub yang tadinya bernaung dibawah VBBO seperti UNU dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG ( kini Stadion Persib ), dan Lapangan SPARTA ( kini Stadion Siliwangi ). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di Bandung.

Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Kegiatan persepakbolaan yang dinaungi organisasi lam dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung melainkan juga diseluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku Kai.

Tapi sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun.

Pada masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya eksis di Bandung. Melainkan tersebar diberbagai kota, sehingga ada Persib di Tasikmalaya, Persib di Sumedang, dan Persib di Yogyakarta. Pada masa itu prajurit- prajurit Siliwangi hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta.

Baru tahun 1948 Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian membesarkannya. Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi oleh Belanda ( NICA ) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan upaya tersebut. Pada masa pendudukan NICA tersebut, Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, dokter Musa, Munadi, H. Alexa, Rd. Sugeng dengan Ketua Munadi.

Perjuangan Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak bola yakni Persib yang dilandasi semangat nasionalisme. Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, decade 1950- an ini pun mencatat kejadian penting. Pada periode 1953-1957 itulah Persib mengakhiri masa pindah- pindah sekretariat. Walikota Bandung saat itu R. Enoch, membangun Sekretariat Persib di Cilentah. Sebelum akhirnya atas upaya R.Soendoro, Persib berhasil memiliki sekretariat Persib yang sampai sekarang berada di Jalan Gurame.

Pada masa itu, reputasi Persib sebagai salah satu jawara kompetisi perserikatan mulai dibangun. Selama kompetisi perserikatan, Persib tercatat pernah menjadi juara sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1961, 1986, 1990, dan pada kompetisi terakhir pada tahun 1994. Selain itu Persib berhasil menjadi tim peringkat kedua pada tahun 1950, 1959, 1966, 1983, dan 1985.

Keperkasaan tim Persib yang dikomandoi Robby Darwis pada kompetisi perserikatan terakhir terus berlanjut dengan keberhasilan mereka merengkuh juara Liga Indonesia pertama pada tahun 1995. Persib yang saat itu tidak diperkuat pemain asing berhasil menembus dominasi tim tim eks galatama yang merajai babak penyisihan dan menempatkan tujuh tim di babak delapan besar. Persib akhirnya tampil menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra melalui gol yang diciptakan oleh Sutiono Lamso pada menit ke-76.

Sayangnya setelah juara, prestasi Persib cenderung menurun. Puncaknya terjadi saat mereka hampir saja terdegradasi ke Divisi I pada tahun 2003. Beruntung, melalui drama babak playoff, tim berkostum biru-biru ini berhasil bertahan di Divisi Utama.

Sebagai tim yang dikenal tangguh, Persib juga dikenal sebagai klub yang sering menjadi penyumbang pemain ke tim nasional baik yunior maupun senior. Sederet nama seperti Risnandar Soendoro, Nandar Iskandar, Adeng Hudaya, Heri Kiswanto, Adjat Sudradjat, Yusuf Bachtiar, Dadang Kurnia, Robby Darwis, Budiman, Nuralim, Yaris Riyadi hingga generasi Erik Setiawan merupakan sebagian pemain timnas hasil binaan Persib.

Kamis, 15 September 2011

Lain Teu Bisa Tapi Can Bisa
Stadion…stadion….stadion….itulah suara hatinya. Pergi ke Stadion adalah impian terbesarnya. Keinginan yang selalu menjadi beban besar dalam dirinya. Hal yang selalu diinginkannya bisa terjadi dan harus terjadi. Mungkin bagi sebagian orang yang memang tidak tahu bagaimana keindahan stadion memang seperti biasa-biasa saja, tapi bagi dirinya hal itulah yang selalu ada dalam pikirannya.
Mia Aulia, Sukabumi 26 April 1994 adalah seorang wanita yang sekarang duduk dibangku SMA kelas XII. Angan itu selalu muncul dalam benaknya ketika dia sedang melihat permainan sepakbola yang sedang ditampilkan dilayar kaca. Menonton secara langsung ke stadion selalu tetap jadi impiannya seumur hidupnya.
Stadion tanpa penghuni ataupun tanpa ada yang ditampilkan mungkin percuma, dia pergi ke stadion untuk menonton permainan sepakbola yang diperlihatkan oleh tim kesayangannya Persib Bandung, yang tentu menjadi kebangga setiap warga Jawa Barat yang menyukai sepakbola. Mia memang mencintai tim Persib Bandung ini karena ketidak sengajaan. Ketika itu dia sedang duduk dibangku kelas 2 SMP, dia menyukai seseorang yang ternyata orang itu baginya sangat mirip dengan salah satu pemain Persib Bandung. Sejak itulah dia sangat menunggu-nunggu apabila Persib sedang bermain di lapangan yang hanya bisa ia saksikan dilayar kaca televisi.
Memang cinta kadang membuat kita buta sehingga mia pun bisa mencintai Persib karena dia menyukai salah satu pemainnya. Tetapi lambat laun dia mencintai Persib bukan karena ada seseorang yang mirip dengan orang yang dicintainya, melainkan karena dia benar-benar bangga bisa mendukung dan rasa memiliki Persib Bandung sebagai wujud rasa cintanya pada tanah kelahirannya.
Seiring waktu berjalan, rasa cinta ia terhadap Persib Bandung begitu meluap-luap bagaikan gunung berapi yang sedang aktif mengeluarkan lahar dan segalanya yang mungkin sampai kapan dia akan berhenti kita tidak akan tahu. Segala cara akan ia lakukan untuk tim kesayangannya itu.
Maung Bandung julukan Persib Bandung ini bagaikan sedang memperalat atau menghipnotis wanita ini, segala daya upaya telah ia lakukan demi kejayaan Persib Bandung, meskipun hanya sebatas menonton di TV, tetapi dukungan serta do’a selalu ia curahkan untuk Perib Bandung yang tercinta. Dia memiliki rasa peduli dan rasa mempunyai, dan dia berprinsip dia memiliki dan dia harus menjaganya. Itulah dia Mia seorang gadis yang mencintai Persib Bandung sebagai harta yang berharga dan patut dia jaga.
Sebagian orang mungkin berkata mencintai sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, sampai harus mengorbankan segala-galanya untuk apa yang hendak ingin dicapainya, tapi Mia berpikir selagi kita bisa membagi segalanya secara seimbang, apapun bisa kita kendalikan. Mendukunng Persib Bandung memang hobinya, tetapi dia tidak pernah mengorbankan apapun seperti sekolahnya hanya untuk mendukung Persib Bandung seperti yang dilakukan oleh pendukung fanatik Persib yang biasa disebut Viking ataupun bobotoh.
Ada satu hal dalam dirinya yang selalu membuat ia merasa untuk tidak pantas dan tidak berharga untuk mendukung Persib. “Jangan mengaku bobotoh sejati kalau belum pernah ke Stadion”. Kalimat yang singkat,padat,dan jelas. Sebagian orang mungkin memang membenarkan tentang semua itu. Janganlah mengaku bobotoh sejati kalau belum pernah ke Stadion ?? apakah semua itu benar? Bagi dia itu adalah sebuah siksaan yang amat pedih, tetapi dia kadang-kadang tidak pernah mempedulikannya sekalipun kadang tersirat dalam pikirannnya, dan dia selalu meneguhkan hatinya bahwa segala yang ia jalani hanya dia dan Allah lah yang mengetahuinya.
Mengakui bahwa dirinya belum pernah ke Stadion memang hal terberat sepanjang 16 tahun. Do’a dan ikhtiar yang selalu ia lakukan didasarkan pada dukungan ia yang ingin ia berikan untuk Persib Bandung, bukan untuk ingin menyombongkan diri pada khalayak luas bahwa ia juga pernah ke Stadion. Banyak sekali yang harus ia lewati untuk mencapai puncaknya itu, mungkin Allah SWT telah merencanakan sebuah akhir dari segalanya untuk anak ini yang selalu menempuh semua rintangan dengan hati yang ikhlas.
Satu peristiwa yang berkaitan dengan Persib selalu membuatnya bingung. Apakah semua ini ada kaitannya dengan akhir dari segalanya? Siapa yang tahu ? Suatu kejadian yang ia mulai untuk menuju Stadion yang ia impikan di kota kembang.
Suatu hari pertandingan big match antara Persib Bandung vs Persija Jakarta akan digelar di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta. Pertandingan ini memang sangat ditunggu-tunggu oleh kebanyakan pendukung fanatiknya yaitu Viking (Pendukung Persib) dan The Jak (Pendukung Persija). Hal ini memang akan menimbulkan laga yang sengit diantara keduanya, apalagi bagi kedua kubu pendukungnya. Tercatat dan sejarah Persepakbolaan Indonesia, 2 klub raksasa ini sejak dulu memang “tidak akur”. Itulah yang menyebabkan laga ini sangat dinanti-nanti oleh para pecinta sepakbola.
Mia memang anak yang rasa penasarannya itu terlalu tinggi, tanpa sadar dia telah memulai satu kejadian yang berkaitan dengan dunia laki-laki ini yaitu sepakbola. Kala itu ada suatu nobar yang diselenggarakan oleh suatu organisasi untuk menonton pertandingan ini, dan Mia bersama teman dekatnya yang bernama Deti Dwi Januar atau yang sering ia panggil Eceu, mereka nobar di suatu lapangan yang cukup luas. Sebelum keputusan nobar itu diambil, Mia sangat bingung antara sahabat dan Persib. Masalah sahabat dia tidak enak jika harus mengajak eceu sampai larut malam, karena laga itu akan selesai hingga pukul 9 malam. Dan Persib, dia begitu mencintai klub ini, dan tidak mau dia lewatka satu penampilanpun yang dipersembahkan oleh Eka Ramdhani dkk.
Melihat pertandingan hanya 1 babak dan pulang pada pukul 8 malam inilah pengorbana Mia untuk sahabat dan Persib. Dua sisi yang terpenting dalam kehidupannya sebagai penyemangat. Awal yang mungkin telah membawa kegilaan seorang anak yang memiliki berat 43 kg dan tinggi ± 155 cm ini. Suatu kejadian yang membuat ia bingung untuk mementukan keduanya.
Setelah peristiwa yang harus membagi otak menjadi dua itu terjadi, peristiwa selanjutnya pun siap untuk menghujam. Tepatnya saat laga Persib vs Persis Sukabumi yang akan diselenggarakan di Sukabumi tempat Mia lahir dan tumbuh disana. Laga ini dimulai pada pukul 13.00, pada waktu itu pertandingna inipun diselenggarakan pada hari biasa sekolah. Mia bingung untuk menentukan menonton atau tidak, karena dia merasa takut akan keterlambatannya untuk menonton laga itu, yang pasti akan dibanjiri oleh banyak sekali Viking Sukabumi yang menantikan Pertandingan ini.
Berani untuk melakukan apaun demi apa yang ingin diraihnya nanti, dan dia harus melewati rintangan-rintangn ini unuk pada akhirnya akan nonton di Stadion, ia memutuskan untuk pergi menonton pertandingan itu. Memang cobaan selalu datang tanpa kita duga-duga, saat disekolah ia tiba-tiba sakit, dan teman-teman sekelasnya membawa ia ke UKS untuk dirawat. Disaat itulah ia berpikir begitu sulitnya ia meraih apa yang dia inginkan mengenai Persib.
Apapu akan aku lakukan untuk bisa menonton Persib di Sukabumi. Hanya itu yang ada dalam pikiranynya, tanpa ia pedulikan kondisi badannya yang saat itu sedang sakit. Dia pergi bersama teman laki-lakinya yaitu Ilham Satya Permana yang konon katanya orang Bandung, meskipun ia lahir di Sukabumi. Ia bisa dikatakan bobotoh sejati, karena ia sering pergi ke Stadion untuk meonton Persib berlaga dirumput hijau. Ilham adalah orang yang Mia kadang benci, karena ia tidak suka selalu diejek tentang Stadion, dia yang menjadi otak kekesalan Mia karena tidak dapat pergi ke Stadion, hingga teman-teman sekelasnya mengejek Mia, karena otak busuk dari Ilham. Sampai-sampai teman terbaiknya Eceu alias Deti D.J pun kadang suka meledek Mia. Mia selalu kesal dan merasa sedih kalau dia mengingat Stadion. Ilham pun memang kadang tidak selamanya jahat, dia kadang-kadang suka bercerita kepanya tentang bagaimana itu Stadion dan hal-hal menarik mengenai Stadion.
Akhirnya mereka pergi berdua menggunakan sepeda motor, dan sesampainya disana, mereka bertemu dengan rekan-rekan mereka sesama bobotoh Persib diantaranya ada Adam, Yogi, dan teman-teman mereka. Kejadian yang kedua kalinya harus Mia putuskan anatara Persib dan Kesehatannya. Sungguh hal yang kebetulan atau sudah memang rencana dari Allah, disetiap ada Persib, selalu ada pilihan yang lainnya yang membuat Mia harus berani mengambil keputusannya secara baik. Tetapi Mia selalu yakin dalam hatinya bahwa Allah sudah merencanakan akhir yang sangat baik.Amin..
Antara Persib dan pilihan yang lainnya sudah ia hadapi. Sampai tantangan Allah pun muncul kembali untuk menguji kesetiaannya pada Persib. Kala itu liburan penghujung kenaikan kelaspun tiba, saat bagi para pelajar untuk sejenak refreshing dan menyegarkan otak mereka dengan tamasya dan kegiatan lainnya, yang harus dilakukan diluar sekolah. Mia adalah saudara yang terbaik dan bersahabat. Begitulah ia dipandang oleh Ipank, saudara laki-lakinya yang ternyata sama-sama menyukai Persib Bandung.
Mia saat liburan itu pergi ke rumah Ipank yang lumayan jauh dari tempat tinggal Mia. Ia menginap dan bermain disana. Suatu hari ketika itu ia mendapatkan berita dari handphonenya bahwa akan ada road show bersama pemain-pemain Persib ke Sukabumi. Betapa senagnya hati Mia pada saat itu. Ia ingin bertemu dengan pemain-pemain Persib dan berjabat tangan dengan mereka. Sampai hari itu tiba, dia pergi bersama Ipank untuk menuju tempat yang telah dicantumkan dalam berita road show Persib itu, sesampainya disana, apa yang terjadi? Ternyata road show itu sudah selesai, dan mereka ketinggalan acara itu, karena perjalanan dari rumah Ipank ketempat itu lumayan jauh, antara kabupaten dan kota Sukabumi.
Hati mereka kecewa,marah,dan sedih. Kesempatan emas yang jarang mereka temui sudah lenyap ditelan lamanya perjalana mereka. Tetapi Allah masih mempunyai rencana yang amat baik. Ada kabar dari teman Mia, bahwa road show Persib akan dilaksanakan kemudian di Jln Tugu. Tempat yang tak pernah ia singgahi muncul dalam kekecewaan. Tetapi apaun yang akan terjadi, ternyata mereka mencarinya. Dua tekad yang sangat luar biasa telah dipertontonkan oleh Mia dan Ipank yang mencari pemain Persib.
Mereka bertanya tanya pada warga dimanakah Jln. Tugu itu?,Sesampainya mereka menemukan Jln. Tugu, mereka mencoba menelusuri dimanakah pemain Persib itu berada. Tak ada yang mudah didunia ini, sampai-sampai untuk menemui pemain Persib saja perjalanan mereka harus jauh sekali dari Jln. Tugu itu. Perasaan yang kini sedang dihadapi Mia dan Ipank itu memang cukup berat demi bertemu sang bintang lapangan hijau yang bernamakan Persib. Semangat pantang menyeraha selalu mereka pancarkan dari raut wajahnya, meskipun itu sekali-kali membuat mereka kesal karena jauhnya pemain Persib itu menggelar road show mereka. Hingga akhirnya ada seorang bobotoh yang mau menunjukan dan mengantarkan mereka ketempat itu, dan lumayan jauh dari sejak mereka diajaknya.
Dibalik kesusahan pasti akan ada kemudahan. Setibanya mereka ditempat itu para pemain nampaknya akan segera meninggalkan tempat itu dan di Jln. Tugu itu adalah tempat terakhir mereka menggelar road show pemain Persib itu. Sungguh naas nasib mereka berdua itu. Tetapi tanpa menyesali diri, Mia selalu mensyukuri apa yang diberikan Allah kepadanya. Mungkin ini bukan saatnya. Itulah yang diucapkan Mia kepada Ipank yang terbujur lemas.
Sekian banyak sekali cobaan yang harus Mia hadapi untuk bisa melihat Persib saja,baik dari pemain, dan Stadio tempat para punggawa Persib itu berlaga. Memang Stadion Persib itu ada dua, kalau tidak di Jalak Harupat di Siliwangi dan Bandung bukan tempat yang jauh dari Sukabumi, tetapi bukan karena jauh atau tidaknya Bandung dari tempat Mia tinggal, melainkan ada satu hal yang selalu menjadi momok menakutkan baginya.Izin yang tak pernah ia dapatkan dari ayahnya. Dia tidak ingin menjadi anak yang durhaka karena tidak meuruti nasehat orang tuanya. Nilai yang selalu ia junjung tinggi. Meskipun asanya tinggi untuk bisa melihat Persib dan pergi ke Stadion.
Mungkin memang belum saatnya ia pergi ke Stadion dan bersorak sorak dengan bobotoh yang lainnya, tetapi ia selalu yakin bahwa apa yang tak mungkin di dunia ini selama dia mau berusaha dan berdo’a sesuai keyakinan dia, serta bisa meyakinkan bahwa dia sudah dewasa dan bisa menjaga dirinya. Satu hal yang menjadi alasan ayahn untuk tidak emngizinkan putrinya itu adalah karena seringnya tawuran diantara para suporter bola. Apalagi antara Viking dan The Jak yang sudah membungbung tinggi permasalahannya itu.
Ayahnya memang sangat menyukai sepakbola. Tapi dia tidak mau kalau anaknya jadi korban sepakbola. Kini Mia selalu berharap kejadian yang dulu sempat pernah menghapus impiannya itu untuk selangkah lagi menginjak ke Stadion tidak pernah terjadi. Kejadian yang membuat izin ayah terhenti dan menggantinya dengan kata tidak.
Peristiwa itu juga selalu Mia kenang sebagai bola pemasalahan yang sangat dia benci. Pada saat itu Mia sudah mendapat kepercayaan dari ayah untuk pergi ke Stadion, dan dia telah meyakinkan ayahnya dengan segala daya upaya bahwa dia mampu dan berjanji akan pulang dengan selamat dari Stadion.
Mia akan pergi ke Stadion bersama Ka Euit, dia adalah ketua Ladies Viker’s Sukabumi. Alasan itulah yang membuat ayah sedikit percaya dan kali ini dia mengizinkan pergi ke Stadion untuk pertama kalinya. Nampaknya Dewi Fortuna belum berpihak kepadanya, sebelum hari H itu, ada kejadian yang menghapus anganya untuk pergi ke Stadion.

Ka Euit ribut dengan temannya yang menjadi musuhnya dalam mendukung persepakbolaaan Indonesia yaitu The Jak. Ayah mengetahui peristiwa itu, dan kata “ya” berubah menjadi “tidak” dalam sekejap.
Impianku yang gugur dan terhapus oleh suatu kejadian yang tak terpuji. Sejak saat itulah ayah selalu membantah Mia jika ia membicarakan tentang Stadion. Ayahnya memang baik dan sangat menyayangi Mia. Dia tidak ingin anaknya terluka dan berkelakukan buruk akibat terlalu bergaul dengan anak-anak yang “kurang bertanggung jawab”.
Angannya yang dulu berapi-api untuk pergi ke Stadion dan mengharapkan akhir yang baik seperti yang selalu dia percaya bahwa Alah selalu ada disisinya telah lenyap sudah. Sejak itulah pergi ke Stadion hal yang mustahil dalam hidupnya kini. Tetapi bukan berarti berhenti untuk mendukung Persib setelah itu. Dia tetap semangat untuk kejayaan Persib tercintanya. Didalam do’anya ia selalu meminta bahwa keajaiban itu bisa terjadi, dan Allah bisa menunjukan bahwa didalam usaha yang keras terdapat hasil yang tak bisa terduakan.
Akan selalu ia tunggu dan sampai saat itu akan tiba,dimana angan untuk pergi ke Stadion itu ada, dan Allah telah mengizinkannya untuk mengunjungi salah satu tempatnya itu.Dan ia selalu ingin mengatakan sesuatu pada orang yang selalu mengejeknya bahwa untuk pergi ke Stadion dia bukannya tidak bisa, tapi belum bisa (Lain Teu Bisa Tapi Can Bisa). Semoga Allah selalu mendengar do’anya dan memberikan kebahagiaan diakhir kelaknya nanti. Dia tidak akan pernah menyesal telah mendukung Persib, karena suatu kebanggaan baginya bisa mendukung Persib meskipun ia tidak pernah bisa menonton ke Stadion. Suatu hari itu akan datang, dan pasti datang.* Bravo Persib*




Mia Aulia
01-01-2011
“Dariku Untuk Kejayaan Persib”